Hasyim Asy’ari sudah mampu mempelajari dasar-dasar tauhid, fiqh, tafsir dan hadits semenjak beliau berumur 13 tahun dibawah bimbingan dan arahan ayahnya. Dari kalimat “Dari pesantren untuk pesantren” sejak umur beliau 15 tahun perjalannanya tidak hanya berhenti disitu saja akan tetapi beliau tetap giat dan gigih dalam mencari ilmu seperti
KH Hasyim Asy'ari lahir di Jombang, 14 Februari 1871. Ia meninggal di Jombang, 21 Juli 1847 pada usia 76 tahun. Tokoh pendiri NU itu dimakamkan di komplek makam keluarga di Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng. Sejak kecil KH Hasyim Asyari hidup di lingkungan pesantren. Ayahnya adalah tokoh agama yang mendirikan Ponpes Keras, Diwek, Jombang.
Hasyim Asy'ari kembali pulang menuju Indonesia. Pada tahun 1893 beliau kembali ke Hijaz bersama dengan Anis adiknya, dan tidak lama kemudian adiknya meninggal di sana. KH. Hasyim Asy'ari tinggal di Makkah selama tujuh tahun. Beliau memiliki 15 anak. Peran beliau tidak hanya di dunia pesantren, melainkan juga ikut berjuang dalam membela negara.
Isi RUU Alternatif rancangan para ulama yang dimotori KH. Bisri Syansuri, yang meliputi: 1. Perkawinan bagi orang muslim harus dilakukan secara keagamaan dan tidak secara sipil (pasal 2: NU berhasil memenangkan pendapatnya); 2. Masa ‘iddah, saat istri mendapatkan nafkah setelah diceraikan harus diperpendek.
KH Hasyim Asy’ari, atau akrab dipanggil “Mbah Hasyim Asy’ari” dalam persoalan politik cukup peduli. Namun politik beliau tempatkan pada posisi yang adil. Beliau tidak cuek, tidak pula fanatik. Dalam sejarahnya justru digunakan untuk menggalang persatuan nasional dan memasukkan nilai-nilai Islam ( idkhal qiyam al-Islamiyyah ).
Jnhy7.
foto kh hasyim asy ari png